by : Faisal Nirwan
Begitu besar perhatian Islam mengenai janji ini. Kita sebagai umat Islam yang telah mengetahui keharusan untuk menepati janji tersebut berdasarkan ayat-ayat diatas, semestinya adalah orang yang paling disiplin dalam memenuhi janji. Tapi sangat ironis pada kenyataannya, begitu mudah kita mengucapkan janji dan begitu mudah juga kita tidak menepatinya atau bahkan melanggarnya dengan beranggapan, „Toh.. teman saya akan mengerti dan memaafkan saya kenapa saya terlambat“.
Jika hal ini terjadi sekali atau dua kali bisalah dimengerti tetapi jika ia terjadi berulang kali maka tentu perlu diwaspadai. Jangan-jangan kita ingin tetap mempertahankan tabiat munafik tersebut. Bagi orang indonesia yang tinggal di eropa atau negara maju lainnya tentu akan mengetahui bagaimana orang-orang disana sangat disiplin dalam memenuhi janji. Di Jerman contohnya untuk keterlambatan kereta 5 menit saja maka akan ada pengumuman sehingga para penumpang yang akan menunggu mengetahui dengan jelas. Bagaimana dengan kita di Indonesia? Keterlambatan dalam 1 atau 2 jam adalah hal yang bisa dimaafkan.
Jika kita bisa disiplin ketika memenuhi janji dengan orang asing, mengapa kita tidak bisa berdisiplin jika memenuhi janji dengan sesama orang Indonesia? Beberapa contoh bisa dilihat adalah ketika adanya pertemuan-pertemuan untuk orang Indonesia, keterlambatan 15-30 menit dari jadwal yang ditentukan sudah sebelumnya diperhitungkan oleh panitia. Tentu ini beralasan, karena kita-orang Indonesia sering datang tidak tepat waktu. Ironis bukan? Bayangkan saja jika seseorang yang berjanji untuk mengembalikan piutang kemudian menundanya. Sudah banyak terjadi permasalahan karena hal ini. Hal apakah yang menyebabkan ini terjadi?
Beberapa hal yang bisa dicermati adalah:
1. Kurang mengetahui kewajiban memenuhi janji.
Firman Allah SWT, dalam surat Al Ahzab ayat 23:
„Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya)“ (QS. Al Ahzab:23)
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah janji-janji itu.” (QS. Al-Maidah: 1)
“Tepatilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra: 34)
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji…”(QS. An-Nahl: 91)
Hadits Rasulullah saw. diriwayatkan oleh Abdullah bin Amru ra, dari Rasulullah saw bersabda,”Ada empat sifat yang bila dimiliki maka pemiliknya adalah munafik murni. Dan barang siapa yang memiliki salah satu di antara empat tersebut, itu berarti ia telah menyimpan satu tabiat munafik sampai ia tinggalkan. Apabila berbicara ia berbohong, apabila bersepakat ia berkhianat, apabila berjanji ia mengingkari dan apabila bertikai ia berbuat curang“ (Hadits ke-88 Riwayat Muslim).
Jika berjanji dengan anak-anak untuk memberinya sesuatu maka janji itu wajib ditunaikan. Abdullah ibn amir meriwayatkan suatu masa semasa beliau masih kecil ibunya telah memanggilnya dan berjanji akan memberikannya sesuatu. Rasulullah s.a.w yang kebetulan berada disitu terus bertanya,”Apa yang kamu niatkan untuk memberi kepadanya?” jawab ibu amir, “sedikit tamar.” Sabda rasulullah saw “sekiranya kamu tidak memberikannya maka dosa berjanji dusta akan dicatatkan untukmu”.
Setiap janji itu akan diminta pertanggung jawabannya. Maka jika kita tidak mempunyai alasan yang kuat maka pada hari penghisaban nanti akan mempertanggungjawabkan janji yang telah disepakati bersama tersebut, walaupun hanya janji untuk hal yang ringan seperti janji untuk pergi belanja dsb. Maka dengan kita memahami hal ini tentu akan berlomba mendapatkan keutamaan memenuhi janji dan sangat takut jika tidak mampu memenuhinya.
2. Kurang mau berkorban
Tentu untuk menepati janji tersebut perlu sebuah pengorbanan. Jika kita berkorban untuk itu maka ketahuilah bahwa rekan-rekan yang datang untuk memenuhi janji tersebut juga melakukan perngorbanan untuk bisa memenuhinya. Bayangkan bagaimana akan sedih dan kecewanya rekan kita tersebut karena kita tidak mampu memenuhi kesepakatan yang telah dibuat. Jangan sesekali membuat janji sekiranya anda telah berniat untuk tidak menunaikan janji itu. Lebih baik mengawali atau menunggu daripada terlambat.
3. Kurang respek dan kurang tahu urgensi dari pertemuan tersebut.
Bayangkanlah jika anda akan bertemu dengan tim yang akan mewawancarai anda untuk kerja. Apakah anda akan berani mencoba datang terlambat? Tentu tidak!
Tanamkanlah rasa malu kepada rekan kita jika kita tidak berhasil memenuhi janji tersebut. Dan biasanya kita terlalu egois, jika pertemuan itu sangat berhubungan atau menguntungkan bagi kita maka kita akan bisa memenuhinya tepat waktu dan sebaliknya. Padahal Allah akan membalas perbuatan kita jika kita memenuhi janji yang telah disepakati. Bukankah kita ingin mencari perhatian dari Allah swt.? Bukan sebaliknya.
4. Kurang memahami sanksi
Berbeda halnya jika dengan keterlambatan itu kemudian diberikan sanksi. Banyak perusahaan di eropa yang menerapkan hal tersebut. Jika terlambat maka akan dikurangi pendapatannya. Maka yakinlah jika kita hanya karena lalai dan tidak bisa memenuhi janji tersebut tidak hanya merugikan orang lain karena dikecewakan, tetapi ia juga bisa merugikan diri sendiri, kalau di kantor bisa di cap sebagai „tukang terlambat“ dan dikurangi gaji dan lebih dari itu bersiap-siaplah memberikan jawaban pada Sang Penanya nanti, kenapa kamu tidak memenuhi janji?
Islam sudah mengajarkan dengan melatih pemeluknya dengan rutin agar menunaikan sholat tepat pada waktunya. Bukankah itu aplikasi nyata bahwa umat Islam seharusnya menjadi orang yang paling memegang janji, karena diajarkan untuk selalu sholat tepat pada waktunya?. Jika kita tidak mampu untuk memenuhi janji karena sesuatu hal yang bisa dipahami maka beritahukanlah. Maka mulai sekarang wahai orang-orang yang ingin memenuhi janjinya kepada Allah swt. berjanjilah akan memenuhi janji.